Laman

Pengikut

Kamis, 02 Mei 2013

♥ Menginsafi Makna Kemuliaan


♥ Menginsafi Makna Kemuliaan


☆ Renungan di Hari Pendidikan Nasional..

Sedih ketika mendengar seorang guru mememotivasi,
“MESKIPUN orangtua kalian HANYA seorang petani, kalian harus tetap hormat.”

Sepertinya memotivasi, tetapi kalimat ini sesungguhnya menghancurkan kebanggaan rasa hormat dan kebanggaan anak pada orangtua.
Kalimat motivasi yang membanggakan manusia dari apa yang dicapai, bukan jerih-payah dan tanggung jawab, efektif untuk menghancurkan budaya karakter.

Miris ketika mendengar seorang guru berkata :
“Anak-anak, kalau kalian rajin belajar, kalian akan menjadi orang SUKSES. Bukan CUMA petani.”
“Kalau kalian pintar, kalian bisa menjadi pejabat tinggi. Bukan SEKEDAR pegawai rendahan.”

Seakan kemulian manusia terletak pada jabatan..
Disekolah semacam itu, pantaskah mereka bicara karakter? Sedangkan kegigihan, integritas, sikap mulia justru mereka hancurkan sejak dini..
Disekolah yang buruk seperti itu pantaskah kita berharap lahirnya orang-orang shalih yang mencintai atas dasar iman?
Sedangkan para gurunya justru menginspirasi anak didiknya untuk mencintai dunia yang tak peduli bagaimana mendapatkannya. Bukan iman…

Sedih mendengar motivasi,
“Bayangkan! Betapa bangga orangtua kalian jika kalian menjadi orang-orang sukses. Kalian menjadi direktur perusahaan atau gubernur.”
“Anak-anak, apakah kalian mau menjadi orang biasa? Apakah kalian mau hanya menjadi seorang tukang kebun?”

Maka bagaimana mungkin anak-anak itu bangga dan hormat kepada bapaknya yang “orang biasa” jika sekolah belajar merendahkannya?
Bagaimana mungkin anak-anak akan hormat pada guru, sedangkan para guru sendiri tak merasa bangga dengan prosfesinya?
Maka bagaimana mungkin anak-anak itu akan bersedia berpayah-payah jika semenjak awal mereka diajari untuk merendahkan kerja keras dan kesungguhan?
Maka bagaimana anak-anak akan belajar memuliakan sikap rendah hati jika mereka diajari untuk rendah diri?
Maka sudah seharusnya jika ana-anak itu malu hanya karena penampilan tak sama kerennya dibanding temannya. Malu hanya karena HP dianggap jadul.

Sudah seharusnya itu terjadi karena guru mengajarkannya. Mereka merasa memotivasi, tapi sebenarnya menghancurkan kepribadian. Mereka hancurkan mental anak karena para guru itu telah silau memandang dunia.
Disaat seperti itu, apakah yang dapat kita harapkan untuk ana-anak kita?
Apakah yang dapat kita nantikan dari sekolah yang rapuh kemuliaan?
Lalu dapatkah kita berharap lahirnya orang biasa yang berperan besar dalam sejarah seperti Abu Dzar Al-Ghifari, Bilal, Abu Hurairah dan lain2nya?
Rasanya jauh..jauh..Amat jauh. Meskipun harapan itu masih ada..

QS 21: 37
“Manusai diciptakan (bersifat) tergesa-gesa. Kelak Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaanKu. Maka janganlah kamu meminta Aku menyegerakannya”

-Ustadz Moh. Fauzil Adhim @kupinang-

_/\_ ♡ Maaf lahir bathin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar