Laman

Pengikut

Selasa, 20 Desember 2011

Jalan Menuju Keindahan..

Seekor anak kerang di dasar laut mengeluh pada ibunya. Sebutir pasir tajam masuk ke dalam tubuhnya yang lembek. 

"Anakku, Tuhan tak memberi kita tangan, sehingga Ibu tak bisa menolongmu. Ibu tahu, itu sakit tapi terimalah sebagai takdir. Kuatkan hati, kerahkan semangat melawan nyeri yang menggigit. Balut pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itulah yang bisa kau perbuat, sayang" kata ibunya dengan sendu dan lembut sambil menitikan air mata.

Anak kerangpun menurut.
Kadang rasa sakit terasa begitu hebatnya, sehingga ia sempat meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata, ia bertahan, tidak hanya hari demi hari tapi bertahun-tahun. Tanpa disadarinya, sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang.
Makin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit akhirnya menghilang sama sekali.

Sekarang... sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal terbetuk dengan sempurna.
Penderitaanya membuahkan hasil yang menakjubkan.

Dirinya kini menjadi sangat berharga.. 

Rabu, 14 Desember 2011

SURAT TERBUKA DARI "PALESTINA" UNTUK INDONESIA.


“Untuk saudaraku di Indonesia, mengapa saya harus memilih dan mengirim surat ini untuk kalian di Indonesia. Namun jika kalian tetap bertanya kepadaku, kenapa? Mungkin satu-satunya jawaban yang saya miliki adalah karena negri kalian berpenduduk muslim terbanyak di punggung bumi ini, bukan demikian saudaraku?

Di saat saya menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam, ketika pulang dari melempar jumrah, saya sempat berkenalan dengan salah seorang aktivis dakwah dari jama’ah haji asal Indonesia, dia mengatakan kepadaku, setiap tahun musim haji ada sekitar 205 ribu jama’ah haji berasal dari Indonesia datang ke Baitullah ini. Wah, sungguh jumlah angka yang sangat fantastis dan membuat saya berdecak kagum.

Lalu saya mengatakan kepadanya, saudaraku, jika jumlah jama’ah haji asal Gaza sejak tahun 1987 sampai sekarang digabung, itu belum bisa menyamai jumlah jama’ah haji dari negara kalian dalam satu musim haji saja. Padahal jarak tempat kami ke Baitullah lebih dekat dibanding kalian. Wah pasti uang kalian sangat banyak, apalagi menurut sahabatku itu ada 5% dari rombongan tersebut yang memnunaikan ibadah haji yang kedua kalinya, Subhanallah.

Wahai saudaraku di Indonesia,

Pernah saya berkhayal dalam hati, kenapa saya dan kami yang ada di Gaza ini, tidak dilahirkan di negri kalian saja. Pasti sangat indah dan mengagumkan. Negri kalian aman, kaya, dan subur, setidaknya itu yang saya ketahui tentang negri kalian.
Pasti ibu-ibu disana amat mudah menyusui bayi-bayinya, susu formula bayi pasti dengan mudah kalian dapoatkan di toko-toko dan para wanita hamil kalian mungkin dengan mudah bersalin di rumah sakit yang mereka inginkan.

Ini yang membuatku iri kepadamu saudaraku, tidak seperti di negri kami ini. Tidak jarang tentara Israel menahan mobil ambulance yang akan mengantarkan istri kami melahirkan di rumah sakit yang lebih lengkap alatnya di daerah Rafah. Sehingga istri kami terpaksa melahirkan di atas mobil, ya di atas mobil saudaraku.!
Susu formula bayi adalah barang langka di Gaza sejak kami diblokade 2 tahun yang lalu, namun istri kami tetap menyusui bayi-bayinya dan menyapihnya hingga 2 tahun lamanya, walau terkadang untuk memperlancar Asi mereka, istri kami rela minum air rendaman gandum.
Namun, mengapa di negri kalian, katanya tidak sedikit kasus pembuangan bayi yang tidak jelas siapa ayah dan ibunya. Terkadang ditemukan mati di parit-parit, selokan, dan tempat sampah. Itu yang kami dapat dai informasi di televisi.

Dan yang membuat saya terkejut dan merinding, ternyata negri kalian adalah negri yang tertinggi kasus aborsinya untuk wilayah Asia. Astaghfirullah. Ada apa dengan kalian? Apakah karena di negri kalian tidak ada konflik bersenjata seperti kami disini, sehingga orang bisa melakukan hal hina seperti itu? Sepertinya kalian belum menghargai arti sebuah nyawa bagi kami disini.

Memeang hampir setiap hari di Gaza sejak penyerangan Israel, kami menyaksikan bayi-bayi kami mati. Namun, bukanlah di selokan-selokan atau got-got apalagi di tempat sampah. Mereka mati syahid saudaraku! Mati syahid karena serangan roket tentara Israel!

Kami temukan mereka tak bernyawa lagi di pangkuan ibunya, di bawah puing-puing bangunan rumah kami yang hancur oleh serangan Zionis Israel. Saudaraku, bagi kami nilai seorang bayi adalah aset perjuangan kami terhadap penjajah Yahudi. Mereka adalah mata rantai yang akan menyambung perjuangan kami memerdekakan negri ini.

Perlu kalian ketahui, sejak serangan Israel tanggal 27 Desember 2009 kemarin, saudara-saudara kami yang syahid sampai 1400 orang, 600 di antaranya adalah anak-anak kami, namun sejak penyerangan itu pula sampai hari ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru di jalur Gaza, dan Subhanallah kebanyakan mereka adalah anak laki-laki dan banyak yang kembar, Allahu Akbar!

Wahai saudaraku di Indonesia,

Negri kalian subur dan makmur, tanaman apa saja yang kalian tanam akan tumbuh dan berbuah, namun kenapa di negri kalian masih ada bayi yang kekurangan gizi, menderita busung lapar. Apa karena sulit mencari rizki disana? Apa negri kalian diblokade juga?

Perlu kalian ketahui saudaraku, tidak ada satupun bayi di Gaza yang menderita kekurangan gizi, apalagi sampai mati kelaparan, walau sudah lama kami diblokade. Sungguh kalian terlalu manja! Saya adalah pegawai tata usaha di kantor pemerintahan HAMAS sudah 7 bulan ini belum menerima gaji bulanan saya. Tetapi Allah SWT yang akan mencukupkan rizki untuk kami.


Perlu kalian ketahui pula, bulan ini saja ada sekitar 300 pasang pemuda baru saja melangsungkan pernikahan. Ya, mereka menikah di sela-sela serangan agresi Israel. Mereka mengucapkan akad nikah diantara bunyi letupan bom dan peluru, saudaraku.Dan Perdana Menteri kami, Ust Isma’il Haniya memberikan santunan awal pernikahan bagi semua keluarga baru tersebut.

Wahai saudaraku di Indonesia,

Terkadang saya pun iri, seandainya saya bisa merasakan pengajian atau halaqah pembinaan di negri antum (anda). Seperti yang diceritakan teman saya, program pengajian kalian pasti bagus, banyak kitab mungkin yang kalian yang telah baca. Dan banyak buku-buku pasti sudah kalian baca. Kalian pun bersemangat kan? Itu karena kalian punya waktu.

Kami tidak memiliki waktu yang banyak disini. Satu jam, ya satu jam itu adalah waktu yang dipatok untuk kami disini untuk halaqah. Setelah itu kami harus terjun ke lapangan jihad, sesuai dengan tugas yang diberikan kepada kami.

Kami disini sangan menanti-nantikan saat halaqah tersebut walau hanya satu jam. Tentu kalian lebih bersyukur. Kalian punya waktu untuk menegakkan rukun-rukun halaqah, seperti ta’aruf, tafahum, dan takaful disana.
Halafalan antum pasti lebih banyak daripada kami. Semua pegawai dan pejuang HAMAS disini wajib menghapal Surah Al-Anfal sebagai nyanyian perang kami, saya menghafal di sela-sela waktu istirahat perang, bagaimana dengan kalian?

Akhir Desember kemarin, saya menghadiri acar wisuda penamatan hafalan 30 Juz anakku yang pertama. Ia merupakan diantara 1000 anak yang tahun ini menghafal Al-Qur’an dan umurnya baru 10 tahun. Saya yakin anak-anak kalian jauh lebih cepat menghapal Al-Qur’an ketimbang anak-anak kimi disini. 

Di Gaza tidak ada SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) seperti di tempat kalian yang menyebar seperti jamur di musim hujan. Disini anak-anak belajar diantara puing-puing reruntuhan gedung yang hancur, yang tanahnya sudah diratakan, diatasnya diberi beberapa helai daun kurma. Ya, di tempat itu mereka belajar, saudaraku. Bunyi suara setoran hafalan Al-Qur’an mereka bergemuruh dianatara bunyi-bunyi senapan tentara Israel. Ayat-ayat jihad paling cepat mereka hafal, karena memang didepan mereka tafsirnya. Langsung mereka rasakan.

Oh iya, kami harus berterima kasih kepada kalian semua, melihat solidaritas yang kalian perlihatkan kepada masyarakat dunia. Kami menyaksikan aksi demo-demo kalian disini. Subhanallah, kami sangat terhibur. 

Karena kalian juga merasakan apa yang kami rasakan disini.Memang banyak masyarakat dunia yang menangisi kami disini, termasuk kalian yang di Indonesia. Namun, bukan tangisan kalian yang kami butuhkan , saudaraku. Biarlah butiran air matamu adalah catatan bukti akhirat yang dicatat Allah sebagai bukti ukhwah kalian kepada kami. Doa-doa dan dana kalian telah kami rasakan manfaatnya.

Oh iya, hari semakin larut, sebentar lagi adalah giliran saya menjaga kantor, tugasku untuk menunggu jika ada telpon dan fax yang masuk. Insya Allah, nanti saya ingin sambung dengan surat yang lain lagi. Salam untuk semua pejuang-pejuang Islam dan ulama-ulama kalian.


Abdullah Al Ghaza
Sumber : http://forum.vivanews.com/showthread.php?t=92822

Copy from Garry Alexander.. 

Selasa, 06 Desember 2011

4 Skenario

EMPAT SKENARIO...
Skenario 1
Andaikan kita sedang naik di dalam sebuah kereta ekonomi.
Karena tidak mendapatkan tempat duduk, kita berdiri di dalam gerbong tersebut.
Suasana cukup ramai meskipun masih ada tempat bagi kita untuk menggoyang-goyangkan kaki.
Kita tidak menyadari handphone kita terjatuh.
Ada orang yang melihatnya, memungutnya dan langsung mengembalikannya kepada kita.
“Pak, handphone bapak barusan jatuh nih,”
kata orang tersebut seraya memberikan handphone milik kita.
Apa yang akan kita lakukan kepada orang tersebut?
Mungkin kita akan mengucapkan terima kasih dan berlalu begitu saja.

Skenario 2
Sekarang kita beralih kepada skenario kedua.
Handphone kita terjatuh dan ada orang yang melihatnya dan memungutnya.
Orang itu tahu handphone itu milik kita tetapi tidak langsung memberikannya kepada kita.
Hingga tiba saatnya kita akan turun dari kereta, kita baru menyadari handphone kita hilang.
Sesaat sebelum kita turun dari kereta, orang itu ngembalikan handphone kita
sambil berkata, “Pak, handphone bapak barusan jatuh nih.”
Apa yang akan kita lakukan kepada orang tersebut?
Mungkin kita akan mengucapkan terima kasih juga kepada orang tersebut.
Rasa terima kasih yang kita berikan akan lebih besar daripada rasa terima kasih yang kita berikan pada orang di skenario pertama (orang
yang langsung memberikan handphone itu kepada kita).
Setelah itu mungkin kita akan langsung turun dari kereta.

Skenario 3
Marilah kita beralih kepada skenario ketiga.
Pada skenario ini, kita tidak sadar handphone kita terjatuh, hingga kita menyadari handphone kita tidak ada di kantong kita saat kita sudah turun dari kereta.
Kita pun panik dan segera menelepon ke nomor handphone kita, berharap ada orang baik yang menemukan handphone kita dan bersedia mengembalikannya kepada kita.
Orang yang sejak tadi menemukan handphone kita (namun tidak memberikannya kepada kita) menjawab telepon kita.
“Halo, selamat siang, Pak.
Saya pemilik handphone yang ada pada bapak sekarang,” kita mencoba bicara kepada orang yang sangat kita harapkan berbaik hati mengembalikan handphone itu kembali kepada kita.
Orang yang menemukan handphone kita berkata, “Oh, ini handphone bapak ya.
Oke deh, nanti saya akan turun di stasiun berikut. Biar bapak ambil di sana nanti ya.”
Dengan sedikit rasa lega dan penuh harapan, kita pun pergi ke stasiun berikut dan menemui “orang baik” tersebut.
Orang itu pun memberikan handphone kita yang telah hilang.
Apa yang akan kita lakukan pada orang tersebut?
Satu hal yang pasti, kita akan mengucapkan terima kasih, dan sepertinya akan lebih besar daripada rasa terima kasih kita pada skenario kedua bukan?
Bukan tidak mungkin kali ini kita akan memberikan hadiah kecil kepada orang yang menemukan handphone kita tersebut.

Skenario 4
Terakhir, mari kita perhatikan skenario keempat.
Pada skenario ini, kita tidak sadar handphone kita terjatuh, kita turun dari kereta dan menyadari bahwa handphone kita telah hilang, kita mencoba menelepon tetapi tidak ada yang mengangkat. Sampai akhirnya kita tiba di rumah.
Malam harinya, kita mencoba mengirimkan SMS :
“Bapak / Ibu yang budiman.
Saya adalah pemilik handphone yang ada pada bapak / ibu sekarang.
Saya sangat mengharapkan kebaikan hati bapak / ibu untuk dapat mengembalikan handphone itu kepada saya.
Saya akan memberikan imbalan sepantasnya. “SMS pun dikirim dan tidak ada balasan.
Kita sudah putus asa.
Kita kembali mengingat betapa banyaknya data penting yang ada di dalam handphone kita.
Ada begitu banyak nomor telepon teman kita yang ikut hilang bersamanya.
Hingga akhirnya beberapa hari kemudian, orang yang menemukan handphone kita menjawab SMS kita, dan mengajak ketemuan untuk mengembalikan handphone tersebut.
Bagaimana kira-kira perasaan kita?
Tentunya kita akan sangat senang dan segera pergi ke tempat yang diberikan oleh orang itu.
Kita pun sampai di sana dan orang itu mengembalikan handphone kita.
Apa yang akan kita berikan kepada orang tersebut?????
Kita pasti akan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepadanya, dan mungkin kita akan memberikannya hadiah (yang kemungkinan besar lebih berharga dibandingkan hadiah yang mungkin kita berikan di skenario
ketiga).

Moral of the story
Apa yang kita dapatkan dari empat skenario cerita di atas????
Pada keempat skenario tersebut, kita sama-sama kehilangan handphone, dan ada orang yang menemukannya.

Orang pertama menemukannya dan langsung mengembalikannya kepada kita.
Kita berikan dia ucapan terima kasih.

Orang kedua menemukannya dan memberikan kepada kita sesaat sebelum kita turun dari kereta.
Kita berikan dia ucapan terima kasih yang lebih besar.

Orang ketiga menemukannya dan memberikan kepada kita setelah kita turun dari kereta.
Kita berikan dia ucapan terima kasih ditambah dengan sedikit hadiah.

Orang keempat menemukannya, menyimpannya selama beberapa hari, setelah itu baru mengembalikannya kepada kita.
Kita berikan dia ucapan terima kasih ditambah hadiah yang lebih besar.

Ada sebuah hal yang aneh di sini.
Cobalah pikirkan, di antara keempat orang di atas, siapakah yang paling baik?
Tentunya orang yang menemukannya dan langsung memberikannya kepada kita, bukan?
Dia adalah orang pada skenario pertama.
Namun ironisnya, dialah yang mendapatkan reward paling sedikit di antara empat orang di atas.

Manakah orang yang paling tidak baik?
Tentunya orang pada skenario keempat, karena dia telah membuat kita menunggu beberapa hari dan mungkin saja memanfaatkan handphone kita tersebut selama itu.
Namun, ternyata dia adalah orang yang akan kita berikan reward paling besar.

Apa yang sebenarnya terjadi di sini?
Kita memberikan reward kepada keempat orang tersebut secara tulus, tetapi orang yang seharusnya lebih baik dan lebih pantas mendapatkan banyak, kita berikan lebih sedikit.
OK, kenapa bisa begitu?
Ini karena rasa kehilangan yang kita alami semakin bertambah di setiap skenario.
Pada skenario pertama, kita belum berasa kehilangan karena kita belum sadar handphone kita jatuh, dan kita telah mendapatkannya kembali.
Pada skenario kedua, kita juga sudah mulai merasakan kehilangan karena saat itu kita baru sadar, dan kita sudah membayangkan rasa kehilangan yang mungkin akan kita alami seandainya saat itu kita sudah turun dari kereta.
Pada skenario ketiga, kita sempat merasakan kehilangan, namun tidak lama kita mendapatkan kelegaan dan harapan kita akan mendapatkan handphone kita kembali.
Pada skenario keempat, kita sangat merasakan kehilangan itu.
Kita mungkin berpikir untuk memberikan sesuatu yang besar kepada orang yang menemukan handphone kita, asalkan handphone itu bisa kembali kepada kita.
Rasa kehilangan yang bertambah menyebabkan kita semakin menghargai handphone yang kita miliki...??


Kesimpulan
Saat ini, adakah sesuatu yang kurang kita syukuri?
Apakah itu berupa rumah, handphone, teman-teman, kesempatan berkuliah, kesempatan bekerja, atau suatu hal lain.

Namun, apakah yang akan terjadi apabila segalanya hilang dari genggaman kita.
Kita pasti akan merasakan kehilangan yang luar biasa.
Saat itulah, kita baru dapat mensyukuri segala sesuatu yang telah hilang tersebut.
Namun, apakah kita perlu merasakan kehilangan itu agar kita dapat bersyukur?
Sebaiknya tidak.

Syukurilah segala yang kita miliki, termasuk hidup kita, selagi itu masih ada.
Jangan sampai kita menyesali karena tidak bersyukur ketika itu telah lenyap dari diri kita.

Jangan pernah mengeluh dengan segala hal yang belum diperoleh.
Bahagialah dengan segala hal yang telah diperoleh.

Sesungguhnya, hidup ini berisikan banyak kebahagiaan.
Bila kita mampu memandang dari sudut yang benar. 
Salam Syukur.... ^^ 

Sabtu, 03 Desember 2011

Siapa yang tahu

Rasulullah saw pada suatu waktu pernah berkisah. Pada zaman sebelum kalian, pernah ada seorang raja yang sangat zalim. Pada suatu ketika, raja zalim ini tertimpa penyakit yang sangat berat. Seluruh tabib yang ada dikerajaan itu dikumpulkan.

Di bawah ancaman pedang, mereka disuruh untuk menyembuhkan. Namun sayangnya tidak ada satu tabibpun yang mampu menyembuhkan penyakit yang dideritanya itu. Hingga akhirnya ada seorang Rahib yang mengatakan bahwa penyakit sang raja itu sebenarnya hanya dapat disembuhkan dengan memakan sejenis ikan, yang sayangnya saat ini belum musimnya ikan itu muncul ke permukaan.

Walaupun raja menyadari hal itu, namun diperintahkannya juga semua orang untuk mencari ikan yang dimaksud. Aneh bin ajaib. Ternyata ikan itu sangat mudah ditemukan!  Sehingga akhirnya sembuhlah raja itu dari penyakitnya.

Dilain waktu dan tempat, ada seorang raja yang amat terkenal kebijakannya, baik hati dan dihormati pula. Pada suatu ketika, raja yang bijaksana itu jatuh sakit. Dan ternyata para tabib mempunyai kesimpulan yang sama, yaitu penyakit baginda raja ini obatnya adalah ikan jenis tertentu yang saat ini sedang musimnya muncul  ke permukaan laut. Karena itu mereka sangat optimis rajanya akan pulih kembali. Tapi apa yang terjadi? Ternyata ikan yang harusnya banyak dijumpai di permukaan laut itu, tidak ada satu pun yang tampak!  Walaupun pihak kerjaan telah mengerahkan seluruh ahli selamnya, tetap saja ikan itu tidak berhasil diketemukan. Sehingga akhirnya raja yang bijaksana itupun mangkat!

Dikisahkan para malaikat pun kebingungan dengan kejadian itu. Akhirnya mereka menghadap Tuhan dan memberanikan diri bertanya, Ya Tuhan kami, apa sebabnya ENGKAU menggiring ikan-ikan itu ke permukaan sehingga raja yang zalim itu selamat; sementara pada waktu raja yang bijaksana dan baik hati itu sakit, ENGKAU menyembunyikan ikan-ikan itu ke dasar laut, sehingga akhirnya raja yang baik itu meninggal?”

Tuhan berfirman, “Wahai para malaikat-KU, sesungguhnya raja yang zalim itu pernah berbuat kebaikan. Karena itu aku balas kebaikannya itu, sehingga nanti pada waktu dia datang menghadap-KU, tidak ada lagi kebaikan sedikitpun yang akan dibawanya. Dan akan AKU tempatkan ia pada neraka yang paling bawah!”

“Sementara Raja yang bijak itu pernah berbuat salah kepada-KU karena itu AKU hukum dia dengan menyembunyikan ikan-ikan itu, sehingga nanti dia akan datang menghadap-KU dengan seluruh kebaikannya tanpa ada sedikit pun dosa padanya; karena hukum atas dosanya itu telah Aku tunaikan seluruhnya di dunia!”

Pelajaran dari kisah diatas :

Pertama adalah ada kesalahan yang hukumannya langsung ditunaikan Allah di dunia ini juga; sehingga dengan demikian di akhirat nanti dosa kita itu tidak diperhitungkan-NYA lagi. --Keyakinan hal ini dapat menguatkan iman kita ketika kita sedang tertimpa musibah--

Pelajaran Kedua adalah Bila kita tidak pernah tertimpa musibah, janganlah terlena. Jangan-jangan Allah ‘menghabiskan’ tabungan kebaikan kita. –-Keyakinan hal ini akan dapat menjaga kita untuk tidak terbuai dengan kelezatan kenikmatan duniawi sehingga melupakan urusan ukhrowi.---

Pelajaran Ketiga adalah Siapa yang tahu maksud Allah ?

Kebodohan Universal....

Jika ada seorang pemuda mendapatkan warisan banyak dari orangtuanya kemudian ia membelanjakannya tanpa perhitungan, maka pastilah kita menyayangkannya.

Rupanya kita lupa kalau kita sendiri pun tanpa disadari seringkali bersikap seperti yang dilakukan pemuda itu. Kita sering menghabiskan modal yang paling bernilai yang kita miliki hanya untuk sesuatu yang sama sekali tidak berarti. Bukankah usia itu merupakan modal yang paling besar bagi manusia? Rasulullah.saw pernah bersabda, “ Kemuliaan umur dan waktu lebih bernilai dibandingkan kemuliaan harta.”
Bila kita perhatikan, manusia itu pada hakikatnya adalah pengendara di atas punggung usia. Ia menempuh perjalanan hidupnya melewati hari demi hari menjauhi dunia dan mendekati liang kubur.

Seorang bijak pernah mengutarakan keheranannya, “Aku heran terhadap orang yang menyambut dunia yang sedang pergi meninggalkannya, dan berpaling dari akhirat yang sedang berjalan menuju kepadanya.”
Kadang-kadang kita heran juga dengan sikap kita sendiri. Kenapa kita mudah menangis bila harta benda kita berkurang, sebaliknya tidak pernah menangis bila usia kita berkurang?

Bukankah tidak ada yang lebih bernilai bagi manusia selain usianya? Ironisnya lagi kehilangan usia ini malahan kita rayakan sesemarak mungkin. Barangkali inilah satu-satunya kebodohan manusia yang bersifat universal, yaitu merayakan dengan meriah kehilangan sesuatu yang sangat berarti bagi dirinya. Padahal kita mengerti bahwa yang hilang ini tidak akan pernah menjadi milik kita lagi.

Ada lagi yang aneh pada diri kita. Yaitu kita mau berjuang mati-matian mengerahkan seluruh daya dan potensi yang ada untuk memperoleh sesuatu yang belum pasti; sementara untuk hal yang sudah pasti terjadi kita hadapi dengan usaha yang sekedarnya saja. Bukankah satu-satunya kepastian bagi manusia itu adalah kematian? Tidakkah disadari bahwa sebenarnya kita semua sedang berkarya dalam batas hari-hari yang pendek untuk hari-hari yang panjang? Lalu mengapa kita selalu cenderung membangun istana duniawi yang mempesona sedangkan istana akhirat kita abaikan?

Bila kita sadar dengan tujuan keberadaan kita di dunia, maka pastilah kita menjadikan usia sebagai sesuatu yang paling berharga. Ia lebih mahal dari emas, intan, berlian, atau batu mulia apapun. Oleh sebab itu ia harus digunakan seoptimal mungkin. Perkataan orang bijak berikut sangat baik kita renungkan : Aku tidak menyesali sesuatu seperti penyesalanku terhadap tenggelamnya matahari yang berarti umurku berkurang, akan tetapi amal salehku belum bertambah.”

Bukankah kita harus mempertanggung jawabkan setiap menit yang berlalu? Firman Allah dalam surat Al Mukminun: 115, “Apakah kamu sekalian mengira bahwa Kami menciptakan kamu sia-sia dan kepada Kami kamu tidak dikembalikan?”

Sudah sedemikian parahkah kebodohan kita sehingga rela menghabiskan modal yang paling bernilai untuk sesuatu yang tidak bernilai?

Celana Monyet..

Salah satu sifat terpuji menurut agama manapun adalah mau mengakui kesalahan sendiri yang terlanjur dilakukan.
Orang bijak berkata : “Orang berakal itu adalah bukannya orang pandai mencari-cari akal untuk membenarkan kejelekannya setelah ia terjatuh kedalamnya, tetapi orang berakal itu adalah orang pandai yang menggunakan akalnya untuk mengakali kejelekannya agar dirinya tidak terjatuh kedalamnya”

Para pakar psikologi mengatakan bahwa kemampuan mengakui kesalahan sendiri itu adalah salah satu indikator kedewasaan jiwa seseorang. Oleh karena itu, setua apapun usia anda, tetapi bila anda belum mampu untuk mengakui kesalahan yang terlanjur anda lakukan, maka anda pada hakikatnya tidak lebih daripada anak ingusan yang sok dewasa!

Begitu juga sifat arogan yang tidak senang mendengarkan kritikan dari orang lain. Sikap itu benar-benar konyol! Coba bayangkan mestinya ia berterima kasih kepada orang yang secara gratis mau memberitahukan kekurangan-kekurangan yang ada padanya. Apalagi Allah dalam Al Quran jelas-jelas menyuruh manusia untuk saling nasehat-menasehati mengenai kebenaran. Tidaklah salah kiranya bila sifat tabu terhadap kritikan ini menunjukkan bahwa orang yang demikian itu sebenarnya hanya baru sebatas memakai baju orang dewasa; sementara jiwanya sendiri sebenarnya masih terkurung dalamcelana monyet !

Cobalah berpikir dengan jernih, kiranya semua orang akan setuju bahwa bila kita mau mengakui kesalahan ataupun terbuka terhadap kritikan, justru akan membuat orang makin respect  pada diri kita. Dan sebaliknya sikap mencari-cari alasan atau pun naik darah bila di kritik malahan membuat orang mencibir.

Lalu mengapa kita masih sukar keluar dari nafsu jelek ini? Masalahnya mungkin adalah karena kita terlalu takut dengan pandangan orang daripada pandangan Allah. Atau barangkali kita lebih rela kehilangan hati nurani daripada kehilangan muka ! Allahu Akbar!


Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.
QS : An Naaziaat : 40-41

Kantong Najis....

Bila ada benda yang hanya mampu mengeluarkan sesuatu yang menjijikan saja, bagaimana pandangan kita tentang benda itu? Mestilah kita semua merasa bahwa benda semacam itu sebaiknya dimusnahkan saja. Tetapi pernahkah kita membayangkan bahwa yang termasuk dalam katagori benda semacam itu adalah manusia?

Coba bayangkan saja semua yang dikeluarkan oleh tubuh manusia itu tidak ada yang tidak menjijikan. Kulit manusia mengeluarkan keringat, hidung manusia mengeluarkan ingus, mata manusia mengeluarkan air yang asin, kuping manusia mengeluarkan cairan yang baunya saja sudah tidak sedap, mulut manusia mengeluarkan air liur atau bahkan muntahan makanan, dan dubur manusia mengeluarkan sesuatu yang paling tidak enak baunya..

Demikianlah bila kita perhatikan baik-baik mau tidak mau kita harus mengakui bahwa tubuh manusia itu tidak ubahnya bagai kantong najis yang berjalan. Tidak ada yang dihasilkan oleh tubuh manusia yang layak diletakkan di dalam bejana emas. Meskipun demikian, namun manusia itu mempunyai daya tarik, yaitu ia mempunyai “sesuatu” yang tidak dipunyai oleh makhluk lainnya.

Karena “sesuatu” itulah ia layak untuk dihormati, dihargai, dan dicintai. Tetapi karena “sesuatu” itu pula ia layak untuk dibenci, dicaci maki, bahkan dibunuh!

Pesan yang disampaikan di atas, mengapa kita tidak memprioritaskan memelihara dengan baik dan sungguh-sungguh “sesuatu” itu. Bukankah jauh lebih baik bila kita membesarkan “sesuatu” itu daripada membesarkan kantong najis..?

Rasulullah bersabda :
“Janganlah kamu mematikan hati dengan makan dan minum berlebihan, meskipun makanan dan minuman itu halal. Sebab, hati ibarat tumbuh-tumbuhan, jika terlalu banyak disiram ia akan mati”
“Sesungguhnya orang yang sangat saya kasihi dan terdekat tempatnya denganku pada hari kiamat ialah yang taqwa dan baik budi pekertinya. Dan orang yang sangat saya benci dan terjauh tempatnya daripadaku di hari kiamat yaitu orang yang banyak bicara tapi tidak melakukan apa-apa, sombong dalam pembicaraannya dan berlagak menunjukkan kepandaiannya”
(HR Tirmizi)






Kebenaran yang tersembunyi

Ada seorang hikmah yang berkata, “Bila Tuhan memberi nikmat kepada kita, sebenarnya DIA ingin kita tahu bahwa DIA itu Maha Baik; sebaliknya bila DIA memberi musibah kepada kita, sebenarnya DIA itu ingin memberi kita hikmah.
Bila kita renungkan, rasanya memang benar demikian. Kalau kita terpaku hanya pada musibah saja, maka jelas bagaimanapun musibah itu pasti jelek; namun bila kita tidak memfokuskan hanya pada musibah itu saja, tetapi juga melihat melihat segala aspek yang ada, maka akan terlihat justru karena adanya musibah itulah hidupnya menjadi lurus.
Kita juga seringkali mendamba-dambakan mempunyai harta yang berlimpah, pangkat yang tinggi, atau pun menjadi orang yang sangat terkenal. Begitu tingginya keinginan itu sehingga seringkali kita wujudkan dalam tindakan berupa menundukkan atau merendahkan diri sedemikian rupa pada orang-orang kaya ataupun pada orang-orang berpangkat.
Padahal statistic menunjukkan bahwa orang kaya atau orang berpangkat itu lebih banyak yang mengalami stress atau pun tenggelam dalam maksiat ketimbang petani miskin di desa. Jadi sebenarnya menjadi kaya raya ataupun berpangkat tinggi itu ternyata bukan merupakan jaminan untuk dapat hidup bahagia, apalagi masuk surga.

Tampaknya kita harus berpandai-pandai bersikap pada saat menerima musibah atau pun pada waktu mendapatkan kesenangan / kenikmatan hidup. Karena ternyata musibah maupun kesenangan itu bisa saja mempunyai makna yang sebaliknya.

Bila hal itu dipahami dengan baik, maka kita tidak akan “memarahi“ Tuhan jika suatu ketika DIA member kita musibah; atau pun mengira DIA pasti meridhoi segala perbuatan kita, bila kita ditenggelamkan-NYA dalam kesenangan atau kesuksesan duniawi. Demikian juga kita tidak termasuk orang yang salah kaprah, yaitu yang memohon ampun pada saat menerima nikmat dan bersyukur pada saat menerima musibah.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahl ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (Al Baqarah:216)

Tuhan tidak marah...

Suatu ketika terjadi perdebatan seru. Yang dipersoalkan adalah, bila seseorang ditimpa musibah apakah berarti Tuhan sedang marah kepadanya?

Mayoritas orang disitu mengatakan “ya”. Namun ada diantara mereka yang ‘melawan arus’ dengan berpendapat, bahwa tidak bisa selalu diartikan kalau musibah itu semata-mata merupakan murka Allah.“Allah tidak kejam!” katanya bersemangat.

Menurut dia lagi, musibah Allah itu mempunyai beberapa arti yang hanya DIA saja yang tahu.

Pertama : musibah itu memang  boleh jadi merupakan hukuman Allah atas pembangkangan yang dilakukan manusia, yaitu sebagai peringatan bagi yang bersangkutan agar segera bertobat. Manusia yang masuk dalam golongan ini, bila tidak sempat bertobat, sangat merugi. Karena di dunia dia dihukum, di akhiratpun dia tidak akan luput menerima hukuman

Kedua : musibah itu sebagai ‘pencucian dosa’ atas kesalahan yang dahulu pernah dilakukan. Manusia  yang masuk dalam golongan ini yaitu orang-orang yang bertaqwa, dia sebenarnya ‘beruntung’. Karena musibah itu baginya berfungsi sebagai penebus dosanya; sehingga dengan demikian kesalahannya itu tidak diperhitungkan lagi di akhirat nanti.

Adapun makna musibah yang Ketiga yaitu sebagai ujian kenaikan peringkat di sisi Allah. Hal ini jelas sekali Nampak pada diri Muhammad saw. Nabi Muhammad adalah orang yang paling dicintai Allah, sekaligus orang yang paling berat menerima musibah-musibah-NYA!
Oleh karena itu masih menurut orang-orang yang ‘melawan arus’ ini, kita harus yakin bahwa apa pun musibah yang menimpa diri kita pada hakikatnya adalah baik.  

Tuhan tidak marah.
 Justru DIA sebenarnya ingin menolong agar kita terhindar masuk ke dalam neraka. Masalahnya sekarang  berpulang kepada diri kita sendiri,  mampu atau tidak kita menerjemahkan ‘signal’ Allah itu !.

“Demikian itu disebabkan karena perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba–NYA”
QS : Al Anfaal : 51

“Sesungguhnya Allah SWT tidaklah menetapkan suatu keputusan kecuali berakibat baik kepadanya”
HR Ibnu Hibban dari Anas

“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-NYA, maka didahulukan baginya hukuman di dunia (berupa musibah dan kesusahan agar terhapus dari dosa-dosanya) dan apabila DIA menghendaki keburukan pad hamba-NYA, maka DIA akan menahan darinya (membiarkan) dengan dosa-dosanya sehingga (dosa-dosa tersebut) dibalas pada hari kiamat”
(HR Turmudzi)