Jika ada seorang pemuda mendapatkan warisan banyak dari orangtuanya kemudian ia membelanjakannya tanpa perhitungan, maka pastilah kita menyayangkannya.
Rupanya kita lupa kalau kita sendiri pun tanpa disadari seringkali bersikap seperti yang dilakukan pemuda itu. Kita sering menghabiskan modal yang paling bernilai yang kita miliki hanya untuk sesuatu yang sama sekali tidak berarti. Bukankah usia itu merupakan modal yang paling besar bagi manusia? Rasulullah.saw pernah bersabda, “ Kemuliaan umur dan waktu lebih bernilai dibandingkan kemuliaan harta.”
Bila kita perhatikan, manusia itu pada hakikatnya adalah pengendara di atas punggung usia. Ia menempuh perjalanan hidupnya melewati hari demi hari menjauhi dunia dan mendekati liang kubur.
Seorang bijak pernah mengutarakan keheranannya, “Aku heran terhadap orang yang menyambut dunia yang sedang pergi meninggalkannya, dan berpaling dari akhirat yang sedang berjalan menuju kepadanya.”
Kadang-kadang kita heran juga dengan sikap kita sendiri. Kenapa kita mudah menangis bila harta benda kita berkurang, sebaliknya tidak pernah menangis bila usia kita berkurang?
Bukankah tidak ada yang lebih bernilai bagi manusia selain usianya? Ironisnya lagi kehilangan usia ini malahan kita rayakan sesemarak mungkin. Barangkali inilah satu-satunya kebodohan manusia yang bersifat universal, yaitu merayakan dengan meriah kehilangan sesuatu yang sangat berarti bagi dirinya. Padahal kita mengerti bahwa yang hilang ini tidak akan pernah menjadi milik kita lagi.
Ada lagi yang aneh pada diri kita. Yaitu kita mau berjuang mati-matian mengerahkan seluruh daya dan potensi yang ada untuk memperoleh sesuatu yang belum pasti; sementara untuk hal yang sudah pasti terjadi kita hadapi dengan usaha yang sekedarnya saja. Bukankah satu-satunya kepastian bagi manusia itu adalah kematian? Tidakkah disadari bahwa sebenarnya kita semua sedang berkarya dalam batas hari-hari yang pendek untuk hari-hari yang panjang? Lalu mengapa kita selalu cenderung membangun istana duniawi yang mempesona sedangkan istana akhirat kita abaikan?
Bila kita sadar dengan tujuan keberadaan kita di dunia, maka pastilah kita menjadikan usia sebagai sesuatu yang paling berharga. Ia lebih mahal dari emas, intan, berlian, atau batu mulia apapun. Oleh sebab itu ia harus digunakan seoptimal mungkin. Perkataan orang bijak berikut sangat baik kita renungkan : Aku tidak menyesali sesuatu seperti penyesalanku terhadap tenggelamnya matahari yang berarti umurku berkurang, akan tetapi amal salehku belum bertambah.”
Bukankah kita harus mempertanggung jawabkan setiap menit yang berlalu? Firman Allah dalam surat Al Mukminun: 115, “Apakah kamu sekalian mengira bahwa Kami menciptakan kamu sia-sia dan kepada Kami kamu tidak dikembalikan?”
Sudah sedemikian parahkah kebodohan kita sehingga rela menghabiskan modal yang paling bernilai untuk sesuatu yang tidak bernilai?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar