Suatu ketika terjadi perdebatan seru. Yang dipersoalkan adalah, bila seseorang ditimpa musibah apakah berarti Tuhan sedang marah kepadanya?
Mayoritas orang disitu mengatakan “ya”. Namun ada diantara mereka yang ‘melawan arus’ dengan berpendapat, bahwa tidak bisa selalu diartikan kalau musibah itu semata-mata merupakan murka Allah.“Allah tidak kejam!” katanya bersemangat.
Menurut dia lagi, musibah Allah itu mempunyai beberapa arti yang hanya DIA saja yang tahu.
Pertama : musibah itu memang boleh jadi merupakan hukuman Allah atas pembangkangan yang dilakukan manusia, yaitu sebagai peringatan bagi yang bersangkutan agar segera bertobat. Manusia yang masuk dalam golongan ini, bila tidak sempat bertobat, sangat merugi. Karena di dunia dia dihukum, di akhiratpun dia tidak akan luput menerima hukuman
Kedua : musibah itu sebagai ‘pencucian dosa’ atas kesalahan yang dahulu pernah dilakukan. Manusia yang masuk dalam golongan ini yaitu orang-orang yang bertaqwa, dia sebenarnya ‘beruntung’. Karena musibah itu baginya berfungsi sebagai penebus dosanya; sehingga dengan demikian kesalahannya itu tidak diperhitungkan lagi di akhirat nanti.
Adapun makna musibah yang Ketiga yaitu sebagai ujian kenaikan peringkat di sisi Allah. Hal ini jelas sekali Nampak pada diri Muhammad saw. Nabi Muhammad adalah orang yang paling dicintai Allah, sekaligus orang yang paling berat menerima musibah-musibah-NYA!
Oleh karena itu masih menurut orang-orang yang ‘melawan arus’ ini, kita harus yakin bahwa apa pun musibah yang menimpa diri kita pada hakikatnya adalah baik.
Tuhan tidak marah.
Justru DIA sebenarnya ingin menolong agar kita terhindar masuk ke dalam neraka. Masalahnya sekarang berpulang kepada diri kita sendiri, mampu atau tidak kita menerjemahkan ‘signal’ Allah itu !.
“Demikian itu disebabkan karena perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba–NYA”
QS : Al Anfaal : 51
“Sesungguhnya Allah SWT tidaklah menetapkan suatu keputusan kecuali berakibat baik kepadanya”
HR Ibnu Hibban dari Anas
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-NYA, maka didahulukan baginya hukuman di dunia (berupa musibah dan kesusahan agar terhapus dari dosa-dosanya) dan apabila DIA menghendaki keburukan pad hamba-NYA, maka DIA akan menahan darinya (membiarkan) dengan dosa-dosanya sehingga (dosa-dosa tersebut) dibalas pada hari kiamat”
(HR Turmudzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar